Kasliring samirana mrih
Sekar mekar manekawarna
Maweh bebungahing driya
ASTINA.—Rektor Universitas Negeri Sokalima Prof Dr Durna, Dirjen Dikti Prof Dr Krepa, dan Mendikbud Prof Dr Bisma menghadap President Duryudana.
KREPA: The Yang Mulia Bapak Presiden Duryudana, Bapak Mendikbud Prof Dr Bisma yang terhormat, Bapak Rektor UNS Prof Dr Durna yang tercinta, serta para tokoh Kurawa yang kusukai—selamat pagi! Dalam kesempatan ini kami sengaja menghadap Bapak Presiden demi melaporkan adanya Perguruan Tinggi Swasta Mandiri, Universitas Bayupitu, di Kurusetra, yang direktori oleh Prof Dr Bima Tanayatatwa. PTSM itu menjadi rival berat PTN Astina. Begitu kan, Prof?
DURNA: Benar! Bahkan lebih dari itu, PTSM jadi ancaman bagi stabilitas nasional Astina kerna telah menjadikan kampus sebagai ajang bisnis dan politik praktis.
BISMA: Hmh! Tak etis kampus jadi ajang bisnis. Bisa pelik jika kampus jadi ajang politik.
DURYUDANA: Sebahaya itukah, Prof Dur?
SAKUNI: Prof Dur! Prof Dur! Melamun! Gaji naik masih murungrenung, getirpikir, suntrutkusut melulu. Hehehe… ada masalah pribadi ya, Prof?
DURNA: Ah, Pak Kun bisa aja. Durna sudah bersihdiri dari kepentingan pribadi atau famili demi negeri. Bukan demi gaji! Hidup Durna diabdibaktikan demi kemajuan pendidikan. Hasilnya tak sia-sia—Sokalima mampu mencetak kopral sampai jendral, ketua RT sampai direktur PT, baik pejabat, birokrat, teknokrat, maupun konglomerat. Namun, ya ampun! Haruskah kini PTN elite Astina hancur mundur? No way! Lebih baik PTSM itu ditutup! Berbahaya!
KARNA: Maaf, Pak! Pendidikan adalah hak azasi manusia. Lagi pula, Universitas Bayupitu berdiri di wilayah Amarta.
BALADEWA: Heh, Karno! Karno! Usah lancang! Kau jadi gubernur berkat memo Bapak Pres Dur! Jadi pejabat berkat memperalat istri! Naik pangkat berkat katebelece mertua! Mau bertingkah! Krrk-cuah! Tak tahu diri!
SAKUNI: Hehehe… Astina tidak mengakui kedaulatan Amarta. Kepentingan Kurawa di atas segalanya! Pak Karna harap mafhum.
DURNA: Nah, hahaha… tepat! Lebih jauh, dampak PTSM telah melahirkan jenis profesor slebor, lektor door to door, asisten impoten, ilmuwan asongan, akibat pahitpailit sepi duit jauh doku. Lantaran tiada lagi bonus panitia, uang jaga, dan duit koreksi ujian negara; tiada lagi duit-oli akreditasi! Nah, hahaha… gitu kan, Prof Krepa?
KREPA: Ya! Biar credit point penuh, credit coin selalu butuh.
DURYUDANA: Baik! Tutup Bayupitu! Bubarkan! Bila perlu hancurkan!
DURNA: Nah, hahaha… acc!
DURYUDANA: Kapten Karto, kontek Angkatan Perang Astina!
KARTAMARMA: Siap laksanakan!
“Divisi Banjarjumut, Divisi Banyutunalang, Divisi Bana-keling, Divisi Ujunglautan, Divisi Awangga, Divisi Mandraka, Divisi Mandura—siap bergerak!”
“Laksanakan!”
Panglima pasukan Astina!
Kurawa menyerbu kampus
Mahasiswa bikin mampus
UNIVERSITAS BAYUPITU, AMARTA.—Rektor Prof Dr Bima Tanayatatwa mengundang Prof Bayu Kanetra pakar pithe-coidology, Prof Bayu Maningrat pakar deusoidology, Prof Bayu Pulasia pakar gigantoidology, Prof Bayu Estibanda pakar monsteroidology, Prof Bayu Maruta pakar austroculture, Prof Bayu Baruna pakar oceanoculture, dan Prof Bayu Maenaka pakar neoculture.
BIMA: Para Profesor yang terhormat! Apakah saudara-saudara menyesalkan tindakan pasukan Kurawa?
KANETRA: Tentu! Tapi anggap saja itu dagelan. Toh kita mampu mempertahankan diri.
PULASIA: Huahaha… benar! Serbuan itu tiada arti bagi biomacrobot karyarekayasaku.
ESTIBANDA: Pun jua monsterobot masadepan mampu memporakporandakan itu pasukan.
MANINGRAT: Dasar Kurawa! Wayang picisan begitu rupa berani jual gaya. Berlaga! Khhkcuah!
MARUTA: Perlu dikasih pelajaran, Prof! Biar nyaho!
BARUNA: Betul! Emangnya ilmu pengetahuan cuma ada di Universitas Negeri Sokalima, teknologi cuma ada di Universitas Talkanda? Sombong!
BIMA: Baiklah! Tindakan militer Astina perlu dituntut. Siapkan pasukan tempur biomacrobot dan monsterobot buat menyerbu Astina.
PULASIA: Baik!
ESTIBANDA: OK!
“Divisi Gigantoid, Divisi Monsteroid, serta Divisi Pithe-coid—siap berangkat!”
“Lakukan!”
Penuh kekuatan menembak
Huru-hara
Gara-gara
TUMARITIS, DESA DADAPAN.—Panakawan pada bercanda.
“Helo, Frens—ahihi… ogut Bagong! Okap kokab? Sip! Rin, Nur—gimokan yudisium? Hebring-hebring so pasti! Ahihi… mane sih ba’ang Petruk? Sokin dong!”
“Hehe… mudik ngurban ya, Gong? Pake mrokem segala! Neko-neko! Biasa manggil kang, malah njangkar, kini ba’ang.”
“Lho kok nepsong?”
“Bukan sewot! Pake bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika mau berbahasa Inggris pun pake yang baik dan benar.”
“Prex! Sok ahli! Sok linguis! Emangnya ogut orang kur-susan. Tau gue gak katam es-de pake diguruin. Cuih! Biar salah asal indah. Bikin kesalsebal aje!”
“Hehehe… Gong, usah melotot, ntar copot tuh mata.”
“Biarin!”
“Lu tau, Gong? Sugih teknik miskin kritik itu bukan seni yang baik. Tulisan kaya gaya tanpa idea bukanlah sastra.”
(Duuut!)
“Phuah! Kentut lu!”
Bat now yu sey de parti’s oper
“Gareng lagi sok rock, gak faseh aje pake ngoceh.”
“Huaha… Yeah! K’yu.”
“Ude—de bokaps kams!”
ARJUNA: Entah, Pak Semar.
Panakawan dan Arjuna
Merambah jalan rimba
Raksasabala kagiri-giri
Malasatru sang paraguru
RIMBA PRINGGACALA.—Di tengah hutan Jendral Arjuna dan Panakawan menghadapi pencegatan dan perampokan.
“L-liat, Lung! A-ada m-mangsa, ayo dibom, Gog!”Buta-buta ribut
“Ko’e! Eh, sst! Awas itu
gajah Pandawa.”
(Jleg!)—“Brenti!”
“Hmh, siapa kau?”
“Heh, m-masa
k-kau tak k-kenal tokoh se-s-sebeken Cakil? J-jangan bacut!—(Dor!)—“Aakkhh…
mokat go’ut, Gooog!”
“Hah, Cakil ko’it! Bodat! Lelaki cantik brani ngaksi.
Brokis! Gua caw lu—hiiaatt!”—(Gusrak!) + (Jdak!)—“Aduh! Benjut gua… aduuhh.” +
“Awas Bragalba!”—(Dor!)
“Nuuh, Mrangalma ngo’it! Nyangil ngonyor! Ngawat
nih—la’i, Ngoog!”—(Pletak!)—“Anuh! Ngo’it angu!”—(Buzrak!)
“Ahihi… Truk,
habis tuh Buta GPK.”
“Hehehe… culun sih!”
Semua pada maut
Dalam rimba Arjuna
Bertemu Prof Durna
DURNA: Nah, hahaha… kebetulan kita bersua, Jendral Juna.
ARJUNA: Lho! Prof Dur mau ke—?
DURNA: Gawat, Pak Jun! Saya pergi dari Sokalima kerna ada kudeta di Astina. Pres Dur digusur! Kurawa pada kabur!
ARJUNA: Siapa pelakunya?
DURNA: Tentara buatan—serdadu biomacrobot dan monsterobot dari Divisi… ah, apa namanya? Pokoknya itu semua produk Universitas Bayupitu. Tolonglah, Jendral Juna—selamatkan almamater.
ARJUNA: Baik! Pak Semar—mari ke Astina.
SEMAR: Mari, Pak! Ayo, le!
“Oke!” + “Yo’e!” + “Asoy!”
Menuju ke Astina
Geger Bayupitu
Geser Balakuru
ASTINA.— Arjuna menghadap Prof Dr Bima Tanayatatwa.
ARJUNA: Maaf, Prof Bima—tindakan ini terlalu berani dan melancangi kebijakan Pandawa. Atas nama bangsa Pandawa, kumohon pemerintahan Kurawa dipulihkan.
BIMA: Hmh, OK! Asal Regime Kurawa tidak merongrong hak otonomi Universitas Bayupitu. Di samping itu, kamu cari dulu Jendral Bratasena yang diculik dan ditenggelamkan di tengah lautan oleh Mariner Astina.
ARJUNA: Hah? Jadi, Jendral Bratasena diculik Kurawa! Aduh, gemana, Pak Semar?
SEMAR: Em-em-em, ahahaha… usah kuatir, Jendral. Tan samar pamoring suksma anuksma, Prof Dr Bima Tanayatatwa inilah Jendral Bratasena. Dan Prof Bayu Kanetra adalah Prof emiritus Kapiwara dari Universitas Kendalisada, alias Jendral Purnawirawan Anoman.
BIMA: Benar kamu, Mar!
Dan jiwabesar Semar
Maweh obor profesor
Semarang, 31 Juli - 6 Agustus 1991 Ki Harsono Siswocarito
No comments:
Post a Comment