Sunday, April 27, 2008

Gita Asmara a la Arimbi



Demam asmara sungguh
Bagai bara Sahara;
Lalu membeku
Bagai bongkah salju
Di kutub Janubi:
Tak terselimuti!

ISTANA, PRINGGODANI.--Sebongkah hati yang resah-gelisah penuh halusinasi menari-nari di alam mimpi. Senyum pun mengembang-tenang tatkala si do'i datang menghapus bimbang. Rintihan tak terelakan menjawab segala rasa yang terpendam di lubuk kalbu yang maha dalam. Dan terdengarlah suara igauan:--

Bim…! Kemarilah sayang,
Jangan biarkan daku
Menderita begini
: panas serasa bara,
dingin serasa salju!

Mendengar igauan semodel itu Arimba terhenyak; lalu ia bangkit meneliti dari mana datangnya igauan itu. Selidik punya selidik, ternyata igauan itu tercetus dari kamar adik perempuannya, Arimbi.

ARIMBA: Ori, kenapa kau?

Tak ada jawaban! Arimba melangkah ke kamar Arimbi.

ARIMBA: Ori, Orimbi, bangun!

Seraknya teriakan itu memecah keheningan malam. Arimbi menggeliat; lantas ia perlahan membelalakan matanya. Buru-buru ia menyelimuti tubuhnya yang hanya mengenakan Sloggi-Tanga. Sempat pula ia menguap mirip buaya.

ARIMBI: Ada apa, Mas?

ARIMBA: Kau tadi mengigau! Mimpi apa, Ori?

Arimbi berkerut-kening pura-pura mengingat-ingat mimpinya. Ia cengar-cengir ketika muncul di benaknya bagaimana cara untuk mengelabuhi abangnya itu.

ARIMBI: Em… anu, mimpi dikejar maling.

ARIMBA: Mimpi dikejar maling? Mosok malah bersayang-sayang begitu?

ARIMBI: O, sorry: soalnya, maling lain dari yang lain. Dianya itu cowok tiga ce!

ARIMBA: Apa itu cowok 3c?

ARIMBI: Coowok 3c itu artinya; cakap-cakep-cuwek!

ARIMBA: Ah, ada-ada saja kau ini! Ngomong-ngomong, bagaimana tugasmu siang tadi? Berhasil kau bunuh si Bima tengik itu?

Arimbi terkesiap demi mendengar nama "Bima" disebut-sebut dengan penuh kebencian sebegitu rupa. Namun ia nyengir domba: geli juga! Justru Bima itulah cowok 3c pencuri hatinya. Siang tadi ia diberi mandat olek kakaknya untuk menghabisi Bima. Memang pada mulanya Arimbi marah besar demi mendengar berita agresi Pandawa terhadap negaranya--Pringgodani; namun sehabis ia melihat penampilan Bima yang 3c itu, kemarahannya luntu sejuta persen dan… ah, ia terserang demam asmara.

Sepanjang siang hanya dikaulah yang terbayang;
Semalam suntuk hanya dikaulah yang kupeluk!

ARIMBA: Kenapa ndomblong ngeblong begitu, Ori?

ARIMBI: Eng… nganu, berita tentang Agresi Pandawa itu kosong-ompong. Bohong! Yang ada hanya beberapa imigran gelap, para pelintas-batas yang sedang membuka ladang baru! Katanya, dari Astina mereka diusir dari Negara Astina karena kalah judi… kasihan, ya, Mas Rimbo.

ARIMBA: Imigran gelap yang kalah judi? Lantas menjadi pelintas batas, begitu?

Ternyata Arimba tergelitik juga oleh berita aspal rekaan adiknya itu. Betapa mudahnya Arimbi memutarbalikkan fakta-fakta sosial politik.

ARIMBA: Tragis! Kalah main dadu, jadinya begitu.

ARIMBI: Bukan main dadu; itu judinya orang buta huruf. Kuni! (saking kunonya). Negara Astina tidak seperti negara kita, Pringgondani, yang masih memiliki budaya buta.astina sudah lama menyatakan B3B (bebas tiga buta), mangkanya di sana huruf dan angka sudah menjadi alat judi dan siap diexsport!

ARIMBA: Ha, ha, ha… kau memang hebat, Ori! Bangga aku punya adik sehebat kau!

Arimbi lagi-lagi nyengir-domba. Puasla sudah hatinya dapat membodohi abangnya secara mufakat-bulat, alias setuju tanpa ita-itu terhadap berita palsu. Lalu ia memiringkan badannya di atas kasur dunlopillo.

ARIMBI: G'nite, Bro!

ARIMBA: G'night!

Pagi menyambut hari begitu cerah; namun Arimbi tampak gelisah. Matanya merah, semerah biji saga. Bisa dipermaklum karena ia tak bisa tidur seperti biasanya yang suka mendengkur. Amit-amit jabang bayi: cewek kok tidur mendengkur! Opo tumon!

Kali ini Arimbi berdandan rapi sekali. Ia berusaha setengah modar mematut-matut dirinya. Pipinya yang kaya mangga dibelah empat dibedaki Viva campur Kelly untuk mendempul jerawatnya yang kaya telur puyuh itu. Lantas ia goreskan lipstick merah-darah pada bibirnya yang memoncong babi; hasilnya, ya, kaya babi minum darah ayam! Badannya yang gembrot-peot dan berkulit hitam-lethek berlenggak-lenggok: maunya sih menyaingi peragawati di atas catwalk; tapi, olah-gayanya malah mirip gajah bengkak! Ia berusaha tersenyum manis setengah mampus, namun muka-muaknya tak bisa diajak kompromi. Alhasil, ia hanya bisa menyeringai kaya draculla.

Arimbi benar-benar dongkol terhadap dirinya; namun karena sudah kerasukan setan-penasaran rohnya Sarpakenaka, ia nekad juga hendak menggoda Bima. Ia mbatin: dengan sekali hentak pasti deh Bima ditanggung puyeng-gayeng mabuk kepayang kepadanya.

Di pintu rumahnya ia sempat bertabrakan dengan Arimba.

ARIMBA: Hey! Gila! Apa-apaan kau ini, Ori? Kok nganeh-nganehi! Mau ke mana?

ARIMBI: Em… anu, mau menyelediki para imigran gelap itu!

ARIMBA: Tapi… dandananmu itu, ya ampun, kaya barongan-edan!

Arimbi ersipu malu; namun apa pedulinya sama setan lewat! Arimbi secepat kilat meloncat ke atas jeep open-roofnya. Lantas tancap gas bablas nggeblas menuju perbatasan Pringgodani.

Kayu agung pohonnya besar,
Batangnya rindang daunnya lebar;
Dihatinya segar mekar kembang,
Berharap datangnya kumbang.

PERBATASAN, PRINGGODANI.--Di perbatasan yang dijaga ketat itu Arimbi sempat perang mulut dengan penjaga. Namun karena ia adik seorang pejabat pemerintah nomor wahid, plus lihai sekali dalam soal suap-menyuap, segalanya beres! Dengan santainya Arimbi memasuki kawasan hutan bukaan.

Jeep open-roofnya diparkir seenaknya di tengah jalan, kemudian Arimbi banting-kaki menuju lokasi para imigran gelap yang tak lain ak bukan adalah para Pandawa.

Lokasi itu tampak begitu sepi. Hanya terdengar cicit burung dan lolong srigala di kejauhan. Arimbi melayangkan pandangannya; lalu tersenyum. Di dekat sebuah rumah papan ada sesosok bayangan hitam. Arimbi perlahan mendekat; matanya berbinar-liar. Tiba-tiba ia memeluk oyang yang berdiri di dekat rumah papan itu.

ARIMBI: O, Mas… Mas, Bim! Gue kangen beratz nih sama you. Masa andanya menega membiarkan Iri merana begini?

Orang itu masih berdiri kaku. Arimbi malah tambah gencar menciuminya.

ARIMBI: Mas Bima, sumbatlah gejolak cinta ini. Gue gak tahan dilanda demam asmara yang panas-dingin seperti kepala masuk tungku dan badan masuk kulkas.

Orang itu tetap berdiri kaku. Saking gemasnya Arimbi meninjunya. Namun tiba-tiba dia menjerit kesakitan.

ARIMBI: Aduh bajirut! Gak taunya patung kayu, sialan!

Menyadari tingkahnya yang senewen model begitu Arimbi celingukkan sambil senyam-senyum sendiri. Edan! Untung aja ndak ada orang.

Di kejauhan tampak orang sedang menebang pohon. Arimbi bersorak dalam hati: itu dia Mas Bima! Dengan berjingkat-jingkat ia mendekati orang itu dari belakang. Langsung saja ia menutup mata orang itu.

ARIMBI: Hayo Mas Bim! Coba terka siapa saya?

Karuan saja orang itu terkejut, hingga kapaknya mencolot. Ternyata orang itu seorang kakek-tuek, botak dan sudah tak bergigi lagi.

KAKEK: Eh! Afa-afaan kowe ini?

ARIMBI: Oh, maaf, Kek! Saya kira Kakek Mas Bima!

Jelas saja, kecele semodel itu malunya tujuh turunan. Si kakek hanya bengong-ompong, lalu meringis. Dasar pertu (perawan tua!).

KAKEK: Kowe orang lagi nyari siafa?

ARIMIBI: Nyari Mas Bima, Mbah!

KAKEK: Pacarmu yang di Tegal itu?

ARIMBI: Em… anu, iya-iya, Mbah! Cuman dianya tidak setia, munafik, suka gonta-ganti pacar, Mbah!

KAKEK: Ho-oh! He-he-he… gamfang. Felet ae biar setia!

ARIMBI: Gemana caranya, Mbah?

KAKEK: Gamfang, tuh nanya ama si Nenek!

Terdengarlah tawa ngekek kaya nenek sihir a la Mak Lampir versi sandiwara radio.

NENEK: Banyak cara untuk menggunagunai cowok sombong model si Bima itu. Mau pake yang mana: Jaran Guyang, Setan Kober, Semar Mesem, atau Tali Roma? Semuanya ampuh dan dijamin cespleng, cucuku!

Setelah tirakat selama tujuh tahun tujuh bulan tujuh hari tujuh malam, serta melengkapi segala uba-rampenya, Arimbi mulai beraksi. Ia mencoba semua guna-guna itu. Biar Bima klenger tujuh turunan!

Jat Bima singa naba manua ya manui
Bak buaya lapar melihat bayi!

Sore itu Bima seperti terserang flu: kepalanya ngelu! Pikirannya buyar; dan kepribadiannya ambyar! Melihat tingkah Bima yang nyleneh semodel itu, Arjuna yang jago bercinta tahu gelagat.

ARJUNA: Mas Bima, kau kena guna-guna yang over-dosis!

BIMA: Pantes! Rasanya kok serba tidak enak. Tapi saya rasa tak pernah nyalahi orang.

ARJUNA: Jika melihat motifnya, biasa, dendam asmara; dan jika memandang bentuknya, ini pasti datang dari budaya buta. Maklum: primitif!

BIMA: Kalau begitu, pasti ini dari Pringgondani yang berkiblat ke timur dan selatan itu! Biadab!

Bima tiba-tiba berjingkat keluar, lantas nggeblas menuju Pringgodani. Arimbi yang sejak dulu menunggu dan berjanji tak akan mandi bila belum bersua dengan Bima, betapa girang hatinya. Begitu melihat Bila, kontan Arimbi mandi-bunga. Buru-buru ia memjemput Bima.

ARIMBI: Akhirnya kau datang juga, Bim!

Bima diam membatu.

ARIMBI: Sungguh mampus aku penasaran ngeliat orang yang suka menyepelekan perempuan!

BIMA: Apa aku nyalahin kamu?

ARIMBI: Tidak!

BIMA: Lalu apa maumu?

ARIMBI: Suka-suka dong!

Bima sebenarnya tahu segala apa yang ada dalam batin Arimbi. Dewa Ruci telah mengajarinya membaca alam itu. Dengan amarah yang tak tebendung lagi Bima menjambak rambut Arimbi.

ARIMBI: Tolooong!!!

Iblis pada meringis, setan ketawa ngakak,
wikwikong monyong pada bengong!

Dalam pada itu roh Sarpakenaka melesat keluar dari jiwa Arimbi. Sorot mata merahnya beralih pucat-mayat. Arimba kaget, langsung melabrak Bima.

ARIMBA: Bajingan! Rasakan nih jurus keramatku ini!

Amukan Bima tak mungkin tertandingi oleh oleh Arimba seorang. Satu-satunya cara untuk melumpuhkan Bima hanyalah dengan mengeroyoknya ramai-ramai.

ARIMBA: Brajamusti! Brajadenta! Brajakisalpa! Brajalamatan! Purbakesa! Kalabendana! Ringkus cepat si Bima tengik ini!

Begitu ada kesempatan Arimba cepat-cepat cari selamat bersembunyi di ketiak ayah mertuanya. Busyet! Kaya ayam kampung! Sedangkan Arimbi ketakutan diburu hantu Sarpakenaka yang menuntut ganti rugi karena kurang sesaji. Arimba tidak dapat berbuat sesuatu, begitu pula ayah mertuanya.

Arjuna menyelamatkan Bima yang hampir saja di buang ke kamar mayat. Cepat pula Kresna datang mengobati Bima denmgan Kembang Cangkok Wijayakusuma; ilmu posmodern tentang penyelamatan suksma dari kematian yang belum takdirnya! hadir pula Kyai Semar beserta segenar para Panakawan pendamping putra-putra Pandawa. Dan Kyai Semar jugalah yang mampu meredam roh gentayangan Sarpakenaka yang mengganggu Arimbi.

Terberitakan Arimbi menjalani bedah estetik di salonnya Tante Kunti. Operasi kosmetik itu ditangani beberapa ahli bedah. Dr Lars M Visnes, Dr Steven Herman, dan Dr Thomas J Krizek. Mereka sepakat untuk medekonstruksi Arimbi secara total: dermabase, surgical body contour, breast augumentation, rhydectomy, suction, lipectomy, serta abdominoplasty. Hasilnya sungguh kejutan. Arimbi si muka-muak itu kini cantik-sinematik bukan kepalang: pokoknya Madonna dan Dolly Parton kalah total!

ARIMBI: Mas Bim, apakah kau kini mencintaiku?

BIMA: Tidak!

ARIMBI: Gue ini kurang apa? Demi kau kulakukan segalanya!

BIMA: Apa artinya wajah baru, penampilan baru, mode baru, tapi tak pernah berpikiran baru!

ARIMBI: Gue udah kagak tau mesti berbuat apa lagi?

BIMA: Seek for all novelties all over the world!

Hancur lebur jadi bubur perasaan Arimbi. Ia melangkah gontai; lantas memutuskan untuk menjalani "bedah kartun" di salonnya Mas Goen, kemudian "bedah digital" di salon Ki dalangmaya. Ya, demi cinta, demi Bima.

Mas Bim, Mas Biiimmm…!!! Teriak hati Arimbi berontak, menyeruak ke segala relung-relung batin yang tak terkunci.

Ki Harsono Siswocarito
Semarang, 13 Oktober 1988