Sunday, January 13, 2008

Panglima Wanita di Kurusetra



Sia-sia duka-derita
Meratapi yang tiada

MARKAS RANDUGUMBALA, AMARTA.--Pasukan Multinasional Wirata tumpas-kandas di neraka Kurusetra. Matswapati, Presiden Wirata, geram-dendam! Tapi apa daya, ia jago tua. Demi jaga wibawa, ia gegas-bablas menuju markas. Pandawa sedang mengadakan rapat-kilat.

DARMAKUSUMA: Para Pembesar Pandawa--kita perlu menyusun strategi dan mengangkat panglima baru demi menandingi pasukan Multimodern Kurawa yang dipimpin Jendral Bisma. Begitu kan, Jendral Kresna?

KRESNA: Benar! Kiranya tiada yang mampu menggempur-hancur Jendral Bisma kecuali Kolonel Srikandi. Kelemahan panglima itu ada di tangan wanita. Nah, apakah Jendral Arjuna tak keberatan?

ARJUNA: Tidak! Tapi apa tak salah-angkat? Amarta masih banyak memiliki perwira tinggi. Kenapa memilih wanita untuk menjabat panglima?

KRESNA: Memang, Jendral Arjuna--tapi kita perlu cara lain. Amarta kalah karena terlalu mengandalkan strategi dan teknologi tempur. Padahal strategi dan teknologi tempur Jendral Bisma jauh lebih tangguh-ampuh tanpa kelemahan sama sekali. Satu-satunya cara untuk menemukan kelemahan Jendral Bisma hanyalah dengan meneliti biografinya, teristimewa dalam "Kisah Dewi Amba". Di situlah terletak tragic aspect manusia Bisma. Dan wanita lebih mampu menguasai kekuatan makna-batin kisah itu.

BIMA: Waaah, gak nalar! Mana bisa sastra dijadikan tandingan teori-strategi perang!

NAKULA: Kenapa tidak? Jika diambil secara tepat dan jitu, inspirasi bisa lebih hebat-dahsyat daripada teori maupun strategi.

SADEWA: Mungkin! Lagipula negeri ini anti diskriminasi. Divisi Sawojajar setuju terhadap pengangkatan panglima wanita.

BIMA: Baik! Divisi Jodipati juga setuju!

DARMAKUSUMA: Saya harap permusyawaratan mencapai mufakat-bulat. Sebab tanpa kemufakatan, mana bisa terlaksana kesatuan tindakan. Dan bagaimana menurut Ki Lurah Semar?

"Sip, Mo. Usulkan aku jadi panglima."
"Huh, sok aje lu, Kang!"
"Demi bela-bakti lho, Truk."
"Bela-bakti atau pangkat?"
"Jadi hansip aja gak becus!"
"Sok pahlawan!"
"Sssh, usah ribut, Le!"
"Ya, Mo!"

SEMAR: Matur nuwun, saya percaya pada kebijakan-kebajikan para pemimpin. Ya, monggo kerso sajalah.

"Payah! Gak nyuaraken nurani rakyat."
"Sst! Loyalitas, Kang!"
(Zzzz!)
"Eh, suara apa, Truk?"
"Bagong ngorok--"
"Dwasar!"
"Diam, Le!"

DARMAKUSUMA: Terima kasih, Ki Lurah. Baiklah, tampaknya kita sepakat untuk mengangkat Kolonel Srikandi menjabat panglima. Dan rapat selesai.

(Tok! Tok! Tok!)

"Excuse me, Sir. Can you tell me about--"
"No! Scat!"
"Op de rekord, Mistuh!"
"Siapa sih, Gong?"
"Isuis-luar, nyasar!"
"He-he, yo-ah ke garis depan!"
(Kriiing… klek!)--"Hello, siapa?… O, Mas Gatot… Di sini Sri! Ada berita penting?… Oke, Brigade Jane d'Ark Madukara siap menuju Kurusetra!… Ya, Merdeka!"--(Klek!)

Mabuk, usah sibuk
Mabuk, usah sibuk
Mabuk, usah sibuk

MARKAS BULUPITU, ASTINA.--Kurawa berpestaria merayakan kemenangannya. Minum-minum sampai ambruk-mabuk! Anak muda bilang: "Teller!" Melihat anak-buahnya jatuh-disiplin begitu rupa, Jendral Bisma kecewa-berat. Memang, kemenangan bisa memabukkan!

"O ciu kehidupan!"
(Gluk! Gluk!)--"Aahh…."
"Vodka. O dansa Mazurka!"
(Pluf!)--"Minum, Dur! Selamat--" (Ting!)
"O Mbodrooo-mBodro, sini, Yang… esok Arjuna kan kupanggang! K-kau k-kan k-kuberi s-suaka… hooeekh!"

CITRAYUDA: Huh! Mabuk-kampungan!

DURSASANA: Lempar aja ke got, biar minum comberan!

DURMAGATI: Eh, zangan--kazihan! Kazih racun aza zekaliguz biar mampuz!

"Oh, Rukma, k-kau m-mati? B-biarlah, k-kau pahlawan yang ter--"
"Konyol!"

Jendral Bisma keluar dari markas. Ia tak tahan melihat kondisi pasukan! Apa artinya kemutakhiran strategi dan teknologi perang jika para serdadu jatuh-lumpuh mati-disiplin? Sia-sia!

"Ada apa, Pral?"
"Lapor! Pandawa memberi upeti wanita!"
"Lho! Aziiik!"
"Cihuy, yuk ah ke Kurusetra!"
(Prok! Prok! Prok!)--"Hey Dur, Cit, Karta! Ayo ke front!"

BISMA: Hai pasukan! Buang botol-botol setan itu! Pandawa menyerbu!

"S-siaaap!"

BISMA: Apa boleh buat! Pasukan-mabuk ini terpaksa kugiring ke medan tempur.

Mabuk-tempur!
Babak-belur!

Do not weep
War is kind

"Gue mau liat perang, Tante."
"Jangan, Sanjaya! Entar kena rudal nyasar!"
"Enggak, Tante Kunti--ada kelir Anti Nuklir."
"Ngaco! Papi marah lho!"
"Biarin, yo-ah, Tante."
"Widura! Widura! Anakmu nekat minggat ke Kurusetra!"
"Biar, Mbakyu. Siapa tau jadi wartawan perang?"

KURUSETRA.--Pinggiran!

"Nonton di sini aja."
"Iya deh!"

Tam-tratamtam-tam-tam!
Bass drum berdentam!

"Hidup Bisma! Hidup Kurawa!"
"Hinup Ngurawa! Ngemarin angu mengang naruhan nerong-- hinup Muna Nerong!"
"Gong, kepruk-remuk aja tuh botoh Kurawa!"
"Plintheng ae, Truk!"
"Ini batunya."
(Cpret!)--"Hinup--(Plethak!)--anuh! Menyut ngunulngu!"
"He-he-he…!"
"Rokok-rokok, premen Menthos, tisu Getsby! Tisu, Oom--anti-hamil?"
"Gak gah!"
"Ese es! Es berasap!"
"Koran-koran! Berita panas--KURUSERTA MEMBARA. Tempur konyol di Kurusetra, ya, koran-koran!"
"Teloor, telor manis!"
(Jreng!)--"Ya, Sodara-sodara, met jumpa dan izinkanlah menghibur Anda!"--(Jreng!)
"Maaas, paring kula nyuwun, eMaaas!"--(Klotrak!)
(Cplek!)--"Sip! Gue jagoin Pandawa! Apa taruhannya?"
"Bojoku!"
"Ngapain! Tuwek-jelek!"
"Ngece-kere!"
(Tet-treteeet!)
"Ngentut, Oom?"
"Terompet bego!"
"Brengsek! Pindah ah!"
"Jeile itu barisan cewek--mau perang apa renang?"
"Sst! Tempur di kasur!"
"Hush! Ngawur!"

Dalam pada itu Brigade Jane d'Ark Madukara menjebol-ambrol pasukan Kurawa. Dan konyolnya, serdadu Kurawa menyambut serangan itu persis seperti sama istri.

"O, come, Darling!"
"Darling-darling nje--(Dor!)--gundulmu!"
"Eladalah! Teja-teja sulaksana, tejanira wong anyar katon, ing wingking pundi pinoko, ing ngajeng--"
(Dor!)--"Kesuwen!"
"Habisin aja, Non! Perang kok pake basa-basi kuno!"

SRIKANDI: Bisma, terimalah saat-tepat buat tamat riwayat!

"Awal, Jendral!"--(Dor!)

BISMA: Aaakkkhhh!

"Hooorrreee! Bisma gugur!"
"Hidup Panglima Wanita!"


Ki Harsono Siswocarito
Semarang, 31 Januari-6 Februari 1990

Thursday, January 3, 2008

Sang Seta Panglima Amarta





Tanah merah Darah
Langit merah Agni


KURUSETRA--Membara! Gelegar-kobar, baku-bom, baku-tembak, baku-bantai jadi tanda keberadaan Bharatayudha. Hembus-maut dan nafas-tewas memaharajalela. Neraka Kurusetra tak kenal kompromi sama sekali. Seram-kejam menyaingi jahanam!

Di garis depan, Kolonel Wratsangka berhasil menggempur mundur pasukan Kurawa. Kemudian ia mengibarkan bendera Amarta di tengah medan Kurusetra.

ARDAWALIKA: Tak salah lagi, si pengibar bendera di tengah medan Kurusetra itu pasti si keparat Arjuna. Inilah saat-tepat buat membunuh si Arjuna demi dendam. Akan kuhujani bom atom--mampus-pupus kau keparat!

"Awas! Pesawat tempur gelap!"
"Bom--tiaraaap!"

(GELEGAR!)

"O, my God!"
"Wratsangka gugur!"

ARDAWALIKA: Hah? Wratsangka? Sial-dangkal! Salah ngebom. Celaka--aku mesti cepat minggat cari selamat!

"Tembak-jatuh! Aduh keburu jauh!"
"Cepat kontek Kapten Utara!"
"Siap!"

Berita kematian Kolonel Wratsangka di garis depan benar-benar membakar-kobar keperwiraan Kapten Utara.

UTARA: Biadab! Aku mesti membalas kematian Wratsangka.

Hutang maut ditebus maut
Hutang nyawa bayar nyawa

"Hutang kolonel bayar kopral!"
"Hush! Itu belum lunas-pas!"

UTARA: Bangsat Kurawa, terimalah pembalasanku.

"Welah, Kapten Utara membabi-buta!"
"Cepat lempar granat!"--(Pluk!)
"Busyet, mejen, Dur!"

BISMA: Awas, Utara--jangan tanya dosa! Rasakan senjata laser ganas-panas ini.

(ZOZZZ!)
"Utara gugur! Utara mati! Utara mampus!"
"Duh, Gusti! Piye, Truk?"
"Lapor ke markas, Gong!"
"Gawat tuh! Yo lari!"

MARKAS RANDUGUMBALA, AMARTA.--Gempar! Berita tentang tertumpas-tampisnya pasukan mancanegara dari Wirata membuat para pembesar Pandawa kecut-hati. Ternyata pasukan Kurawa di bawah komando Panglima Jendral Bisma sungguh tangguhplusampuh! Para pakar Amarta segera mengangkat panglima tandingan. Pilihan jatuh kepada Jendral Seta, mahapakar strategi tempur pamungkas dari Wirata.

YUDISTIRA: Selamat bertugas, Jendral Seta.

SETA: Siap laksanakan!

KRESNA: Marsekal Gatotkaca--kawal keberangkatan Bapak Panglima!

GATOTKACA: Siap laksanakan!

Cepat-kebat pesawat-tempur Krincingwesi melesat ke udara. Segera Panglima Seta diterjunkan ke medan perang.

FRONT KURUSETRA.--Kehadiran bantuan pasukan Wirata beserta Panglima Seta mempertangguh kekuatan tempur Amarta. Sementara itu di pihak Astina belum dipasok pasukan baru. Jendral Seta tidak mensia-siakan kesempatan itu. Dengan mudah pasukan Amarta menggempur-lebur pasukan Kurawa.

SETA: Hmh, Bisma, akulah tandinganmu! Kau harus menebus kematian dua panglima Wirata. Hadapilah Seta, Panglima Pamungkas dari Wirata ini!

"Gempur-mundur!"

Cepat-minggat
Bisma ngabur
Mundur-tempur

BISMA: Edan! Si Seta sungguh setan!

"Mana mampu kita menangkis si Seta setan itu!"
"Cepat cari selamat, Let!"
"Jangan nekad, Citraksi!"
"Dur, mundur!"

SETA: Hua-ha-ha… Bisma mundur-kabur! Mana kehebatanmu, Bisma? Jangan sambat teraniaya! Mau lari ke mana, Bisma?

"Wah, Bisma melompat blabar kawat!"
"Sikat granat!"
(BLAAAR!)
"Tumpas-kandas dah Kurawa!"

SETA: Hmh, tak ada seorang Kurawa pun yang berani memasuki Kurusetra. Medan tempur ini mutlak berada dalam kekuasaanku.

Suasana terang-tenang
Situasi hening-bening

"Asyik, gue mau ngumpulin rongsokan tank ah."
"Juragan besi-tua ya, Oom?"
"O, bukan! Gue laskar pemulung."
"Eh, Kang, buat apa sih ngurusi barang
sisa perang?"
"O, lumayan bisa didaur--(Dor!)--eh!"
"Gawat! Ada penembak
gelap!"
"Awas tiarap!"
(Dor!)

SETA: Hmh? Penembak gelap! Dari mana, ya? Aneh--tak tampak.

(Dor!)
SETA: Hai pengecut! Perlihatkan dirimu jika mau benar-benar kesatria. Tandingilah Seta.

(Dor!)
SETA: E-eh keparat! Si pengecut itu perlu dipecundangi. Aku akan pura-pura mati, agar dia keluar dari persembunyiannya.

(Dor!)
"Seta gugur! Seta mampus!"
"Seta mati di-dor petrus!"
"Perang isu nih?"
"Sst, rahasia!"
"Eh, Pral, mau-tau? Asal jangan omong-omong. Seta dipetrus Letnan Rukma!"
"Hidup Rukma! Pf, pahlawan Kurawa!"

RUKMA: Ha-ha-ha… inilah Rukma sang pahlawan! Satria pilih tanding! Mana nama besar si Seta itu? Cuih--omong-kosong! Ayo datangkan semua kekuatan tempur Amarta, pasti kugilas-kandas pake invisible-tank ini.

SETA: Hua-ha-ha… dasar mulut-besar! Rukmaa-Rukma, kau kira aku tak punya otak untuk menyiasati kelicikanmu itu? Rasakan senjata buas-ganas ini!

(Leb-Der!)

"Rukma mampus! Rukma mati-konyol!"
"Hidup Panglima Amarta! Hidup Seta!"
"Seta! Seta! Seta!"

BISMA: Heh, Seta, jangan keburu bangga! Kau pasti mampus-hangus kena senjata laser ini. Rasakan, Seta!

(ZOZZZ!)
SETA: Aaakkkhhh!!!

Takdir tak terpungkir
Qadar tiada terhindar

"Seta, o, Seta… Gusti!"
"Seta gugur! Seta gugur!"

BISMA: Ha-ha-ha… Seta tewas juga akhirnya. Tak akan ada yang mampu tanding-jurit denganku!

"Horreee… Seta mampus!"
"Mampus! Mampus! Mampus!"
"Hidup Bisma!"
"Bisma! Bisma! Bisma!"

Hakekat semesta kata
Mengada dan meniada


Ki Harsono Siswocarito
Semarang, 22-28 November 1989

Wednesday, January 2, 2008

Kembang Kampus Sokalima



Melati berseri menyambut hari
Mawar mekar berbinar liar
Kembang tulip kembang sakura
Dikaulah selendang buana!

UNIVERSITS NEGERI SOKALIMA.—Beat drum mengiringi megah-langkah kembang kampus Sokalima. Cewek kece berpenampilan super kontemporer! Incaran setiap orang berjenis cowok. Apalagi cowok yang berpredikat kumbang kampus semodel Arjuna, pasti jelalatan dibuatnya. Namanya cukup ngetop—Srikandi. Soal kekeceannya, lihat saja dalam “Catatan Si Kumbang Kampus,” Arjuna melukiskannya begini—

“Kandy memang cewek super trendy: bibirnya secantik iklan lipstick; matanya seeksotik iklan eyeshadow; rambutnya seaksi iklan styling foam; harumnya sekhas iklan parfum; pakaiannya setrendy iklan mode; bodynya sesexy iklan bikini; gayanya seluwes L’poseur; otaknya melebihi komputer; sikapnya praktis-emansipatoris; hobinya ngeceng ‘n mejeng; cita-citanya keren ‘n beken; idolanya artist-oriented; musik-nya ngerock; cintanya paten ‘n terpercaya; semboyannya—baca, cita, dan karya!”

Jeile! Arjuna memang jenius! Betapa jitunya ia melukiskan citra cewek super kontemporer itu. Berbeda dari gaya seniman orthodox! Lihat saja gayanya: apa itu lambene gula satemplik, halisna ngajeler paeh, dan sebangsanya? Apalagi seniman yang sok abstrak—segala keindahan bubar-ambyar tak karuan. Biarlah—suka-suka. Dengar saja semboyan klisenya, “Bentuk-bentuk kesenian menampilkan hukum-hukumnya sendiri, bukannya alasan-alasan yang mendorong kita dalam hidup sehari-hari.” Itu kata Viktor Sjiklovski. Arjuna tak terlalu menyetujuinya. Baginya, “Seni adalah deformasi!” Boleh juga!

Srikandi berjalan seperti di atas catwalk. Sikapnya menantang model Jane d’Arc. Kacamata mejeng menghiasi rambut new wave-nya. Binar matanya menyambar-liar sperti blitz. Kehadirannya membuat Dr Kumbayana cepat-kebat meloncat dari kantornya lewat jendela. Astaga--nekad juga tu doktor. Maunya memburu Srikandi. Dia memang naksir-tajir sama kembang kampusnya. Pantas! Kendatipun dia sudah mempunyai anak sebaya Srikandi, Dr Kumbayana tetap saja prex-cuek. Terlanjur kena puber kesejuta, go ahead dah!

Di samping itu, Wilutama, partner kumpul-kuda Dr Kumbayana, tak tentu kamarnya. Ketika Aswatama masih sekecil cindil, Wilutama minggat gara-gara tak pernah dikasih uang belanja. Habis gaji sang doktor minus terus. Ngobyek cuma boleh 4 SKS, mau korupsi mana bisa? Dia bukan birokrat! Dan … sst--ingat Waskat! Nah lu--mampus kau!

Ketimbang pusing seribu keliling, mendingan cari hiburan murahan. Dr Kumbayana mendekati kembang kampusnya. Kurawa ce-es ribut bersuit-suit. Burisrawa yang jago gombal kontan obral cinta, sengaja menggoda dosennya.

BURISRAWA: Hellaouw, Kandy--Madonna kampusku. Ngapain mau diemproceh ame dude tuek-jelek gitu? Baikan indehoy ame gue, yuk? Ditanggung syuuurrr dah!

Srikandi mendelik tapi tetap cantik-sinematik. Dr Kumbayana terbelalak kena tembak mahasiswanya yang kurang-ajar itu. Dursasana terbahak-bahak.

DURSASANA (ketawa ngakak). Huahahaha... dianya sih lebih klop sama ogut. Nih--mahasiswa Pemerintahan--calon bupati Banjarjumut!

DURMAGATI: Mendingan zama aku, calon inzinyur zepezaliz real-eztate maza-depan! Jeng Zri gak perelu jadi korban cinta model rumah zuzun. Bercintalah di real-eztate--canggih, kan?

Peduli amat sama kicauan setan! Srikandi buru-buru menuju perpustakaan. Ditinggal ngeblas semodel itu, Dr Kumbayana dongkol-konyol jadinya. Demi melampiaskan sial-sebalnya, dia merutuk-kutuki para mahasiswanya.

KUMBAYANA: Kowe orang tida ada mengarti etika, ya? Apa kowe mau maminta aku orang bikin kowe en kowe tida lulus dalem itu ujian? Aku orang bakal kasi kowe semua itu nilai E! Verdoooven!

DURMAGATI: Aziiik!

BURISRAWA: Youw ngancem, Dok? Youw kenow siape gue? Putra pejabat! Gak bolih macem-macem jika youw gak mau dipecat! Youw andesten, Dok?

Dr Kumbayana hanya bisa geleng-geleng kepala. Lantas dia bablas kaya Cakil kalah perang.

PERPUSTAKAAN.--Di ruang baca perpustakaan, Arjuna tampak asyik membaca novel karya Yudhistira, Arjuna Mencari Cinta. Dia tak sedikitpun bergeming oleh kehadiran Srikandi. Begitu pula ketika Kurawa ce-es liar-brutal membebek kembang kampus sapai ke sela-sela almari buku. Ruang baca berubah menjadi ruang cuci-mata. Karena risi Arjuna cepat loncat-pantat, cabut tanpa ita-itu.

SRIKANDI: Hai, Jun! Tunggu!

Arjuna menoleh. Ditatapnya kembang kampus dengan pandangan sedingin es-batu. Kaku-beku! Sekedar basa-basi dia bertanya.

ARJUNA: Ada apa?

SRIKANDI: Gak pa-pa--kau mau ke mana sih?

ARJUNA: Nyari privacy.

Tanpa menunggu reaksi, Arjuna ayun-langkah. Bengong-bingung Srikandi jadinya. Banowati yang lagi ngegosip berat sama konco-konconya, ketawa besar dibuatnya.

BANOWATI: Eh, liat tuh--kembang kampus kita kena batunya. Rasain lu! Gak usah ngeharep Mas Jun sudi ngegubris yee. Emangnye dia lebih kece dari gue. Nih--peragawati!

Dursilawati menyeringai bagai keledai melihat Banowati melenggak-lenggokkan badannya yang simon (super seksi lagi montok) itu.

DURSILAWATI: Tapi lu kalah cadas, Ban.

BANOWATI: Apaan tuh kalah cadas?

DURSILAWATI: Kalah cantik dan cerdas!

BANOWATI: Biarin! Yang mahapenting menang sexy. Gua jamin bakalan sukses bersaing. Otak gak penting! Nah--apa sih hebatnya Srikandi yang emang cantik dan cerdas itu? Lagi pula approach gue ame Arjuna udah sejak TK. Pasti Srikandi kalah berat!

SURTIKANTI (mesem-kalem): Sayang guanya sudah tunangan sama Mas Awangga. Seandainya belon, mau juga gua ikutan rame-rame bersaing sama ente. Apa sih sulitnya mentel Arjuna?

DURSILAWATI: Putusin aja tunanganmu itu, Kanti. Biar kujadiin doiku.

SURTIKANTI: Enak aja!

Bom-tawa meledak di tengah mereka. Di kejauhan Srikandi masih berdiri kaku-beku memandangi Arjuna yang lenyap terlahap sudutkampus. Ia bangkit dari keterbengongannya ketika Aswatama menyodorkan sepucuk surat kilat bersampul biru laut. Ia sempat mengucapkan terima kasih, lalu pergi.

Awan tembaga di langit
Barat mempercepat gelap
Senja lengket dibuai
Malam kesunyian!

PANCALA.--Srikandi menutup pintu kamarnya. Perlahan ia membuka sampul surat dari Aswatama. Ternyata surat itu tulisan Dr Kumbayana. Wah--bapak dicomblangin anak ni yee!--pikir Srikandi. Isinya gombal! Rampung membacanya, ia lemparkan surat gombal itu ke luar.

Di luar, Gandamana--ajudan Jendral Drupada, ayah Srikandi--tertimpuk remasan surat gombal itu tepat ngembat jidatnya. Dia memungutnya dan membacanya sambil berjalan:--

Dear Srikandi,

Kau cantik melebihi Juliet
Cintaku pada-Mu melebihi Romeo!
Aksesori yang bertahta di dada-Mu
Membuatku cemburu kaya Othelo
Kepada Desdemona!

Mit der Liebe
Dr Kumbayana

Gandamana terkejut-kalut. Diam-diam dia memendam cinta kepada putri atasannya itu. Kecemburuannya serentak menggelegak menyaingi kawah Candradimuka. Secepat kilat dia melompat ke atas jeep plat hijaunya. Lantas bablas terbawa gas! Melihat polah ajudan muda itu, penjaga piket melongo kaya kerbau.

Malam kelamkejam
Menyaingi jahanam
Jalan nan hitamlegam

Jeep plat hijau itu meluncur dahsyat. Tiba-tiba derit-jerit rem memecah langit. Kendaraan-kendaraan yang menghindari benturan dengan jeep yang kesetanan itu, ada yang masuk jurang, menyeruduk pelacur jalanan, melabrak-nabrak pedagang kaki lima, dan … ah, macam-macamlah. Gandamana mana ada urus! Dari dalam jeep itu terdengar suara:--

"I don't care anymore! Cinta lebih penting dari petaka, lebih utama dari etika! Kumbayana jahanam--cari mampus!"

SOKALIMA.--Begitu serba terburu, Gandamana banting kemudi. Jeep meliuk bagai penari ballet. Di depan rumah Dr Kumbayana, jeep berhenti. Gandamana meloncat turun. Derap langkahnya mantap, gagah-megah ala Commando. Tampangnya sadis-bengis melebihi teroris!

GANDAMANA: Kumbayana--keluar kau!

Teriakan itu bersambut kebisuan. Namun di dalam rumah terdengar lutut-lutut berbenturan, gemetar ketakutan. Gandamana menendang pintu sampai jebol-ambrol.

Dr Kumbayana sembunyi di kolong ranjang; tak putus-putusnya dia adu-dengkul! Derap-mantap sepatu radial sky-high mendekat. Ranjang turut bergetar tak terelakkan. Sepatu radial itu kian mendekat. Pucuk senjata model Rambo nyelonong tepat menyentuh hidung Dr Kumbayana.

GANDAMANA: Pilih kepalamu dhedhel-duel, atau menyerah?

KUMBAYANA: Mati aku! Iya-iya… a-aku a-ada m-mau k-keluar! T-tapi j-jangang t-tembak aku, Tuan.

Namun Dr Kumbayana tak mampu bangkit dari persembunyiannya. Dengan kasar dan kurang-ajar sekali Gandamana menyeretnya.

KUMBAYANA: A-aku j-jangan ditembak, Tuan. Silaken Tuan ambil itu TV, video, atau itu aku ada punya gaji masih utuh….

GANDAMANA: Diam!!! Aku bukan rampok! Ayo ikut aku!

KUMBAYANA: Tuan ada mau menyandra aku? Sia-sia, Tuan. Aku orang tida penting, bukan politisi, bukan pejabat tinggi. Cuma pekerja honorer, Tuan.

GANDAMANA: Kau telah lancang-pena. Kau harus menerima hukuman berat kerna telah berani menggoda putri sang jendral!

KUMBAYANA: Menghukum? Tapi mana Tuan ada punya surat tugas penahanan?

GANDAMANA: Tak perlu tugas-tugasan!

KUMBAYANA: Tapi, Tuan--ini negara kita punya, negara hukum. Meski aku orang ada salah, aku mamohon Tuan mau memakei itu prosedur yang berlaku.

GANDAMANA: Prex! Dunia kesatria ala wayang hanya kenal kepel-kepelan, jotos-jotosan, dan adu kanuragan. Aku mau bukti apakah si Kumbayana ini bener-bener sakti mandraguna ora tedas tapak paluning pande--eh, sorry--itu kuno! Maksudku, tapak-cetak teknologi nuklir, rudal de-el-el!

KUMBAYANA: Wah, Tuan--ampun dah! Aku orang hanya sekedar intelektual-brahmana, Tuan.

GANDAMANA: Apa maksudmu, Dok?

Dr Kumbayana mesem demi melihat Gandamana luntur-lulur sadis-bengisnya. Kesempatan itu tak disia-siakannya.

KUMBAYANA: Nah! Tuan ada mau tau apa mengartinya itu intelektual-brahmana? Goed! Itulah manusia yang ada punya batok kepala penuh dengan dalil-dalil iptek dan filsafat sedangken batinnya penuh dengan jopa-japu!

Gandamana berkerut jidat. Senjata Rambo-nya diturunkan. Dr Kumbayana tak lagi ketakutan. Dia merasa polemologinya sukses. Muka sadis-bengis itu luntur seperti gombal murahan.

GANDAMANA: Apa itu jopa-japu? Sejenis mantra ya, Dok?

KUMBAYANA: O, bukan! Eh, iya juga. Nah--itu! Namun mantra lain dari doa-doa. Taukah, Tuan?

GANDAMANA: O?

KUMBAYANA: Bahkan jika Tuan ada mau tau--ada mantra modern yang bisa bikin orang jadi apa maunya. Betul, Tuan.

GANDAMANA: Ada itu, Dok?

Dr Kumbayana sejurus mengingat-ingat mantra modern yang dihafalnya. Dengan gaya penyair dia membacakannya:--
Papaliko arukabazuku kodega suzukalibu tutuk liba dekodega zamzam lagotokoco
Busyet! Itu kan dari "Husspuss" karya Sutardji Calzoum Bachri. Dasar-dasar! Gandamana merasa terpecundang dengan sukses. Karena tak kuat menahan benci campur geli, jab sehebat Tyson telak menabrak hidung Dr Kumbayana. Dan tendangan Tae Kwon Do Gandamana cukup membuat remuk tangan kiri sasarannya. Doktor sial-dangkal itu ambruk.

Bumi goncang langit goncang!
Tinggal gelap dalam kejap!


RUMAH SAKIT.--Sokalima gempar! Dr Kumbayana ajur-mumur-babak-belur. Aswatama tak berdaya. Dia tak tahu siapa yang mempermak ayahnya itu. Malam itu sehabis ngapeli Dursilawati, dia mendapati rumahnya berantakan dan bokapnya terbenam di dalam got persis werok. Dia mengira telah terjadi perampokan berdarah. Namun tak ada barang hilang kecuali kancing baju bokapnya yang rontok berserakan. Hasil penyidikan detektif partikelir positif bukan motif perampokan, namun penganiayaan.

Di ruang tunggu rumah sakit, Aswatama tercenung-bingung. Begitu seorang dokter keluar dari ICU, dia mendekatinya.

ASWATAMA: Gemana, Dok?

DOKTER: Emm--baik. Gegar otaknya bisa disembuhkan, namun cacat tak terelakkan. Terutama, mulut, hidung, dan tangan kiri Dr Kumbayanatak bisa kembali sempurna seperti sedia kala.

Aswatama terkulai-lunglai. Dia jatuh-runtuh menubruk kursi lipat berkaki x. Matanya redup kaya lampu kurang setrum. Dokter itu hanya tersenyum cuka. Kecut-purut! Lewat kaca, langit tampak sepucat kain kafan. Setatah wajah pasrah lemah terbalut luka parah. Dr Kumbayana terbujur di sana. Di sela-sela rintih-pedihnya sesekali terdengan igauan, "papaliko… bazuku… suzu… ibu…"

Cemas-ngenas Aswatama jadinya. Ditatapnya seratus botol infus bergiliran melawan mampus. Dalam kedukaan waktu terasa lamban.

Pagi bermulut sepi
Tanpa kata tanpa
Tanya tanpa sapa!

Aswatama menarik nafas keras-keras! Dia membuka catatan hariannya: Minggu, Senin, Selasa… Minggu, Minggu, Minggu--dan entah berapa sudah Minggu berlalu, Dr Kumbayana belum sembuh juga. Pelan namun pasti, Aswatama menggoreskan pena:--

Tinggal tanggal berubah; tapi hari tiada berganti. Bokapku masih kuyu. Perkaranya beku. De polis ken du nating! Mungkin sengaja dikulkaskan. Doiku, si gembrot Dursilawati, juga sialan. Dekat kamar mayat, dia masih minta di-68. Dia bilang, "Cinta tak kenal derita!" Aje gileee! 68 lagi dan lagi-lagi 68. Gila-gelinya teka-teki! Dianya emang suka yang hot-hot: martabak panas, atau kue Bandung hangat. Rakusnya juilah! Aku barusan sepotong, dianya udah abis tujuh. Cocok deh sama giginya yang radial kaya ban traktor! Dasar ondel-ondel Betawi! Cuweklah….

Terdengar langkah gagah mendekat. Aswatama menutup bukunya. Dari mulut corridor muncul Arjuna.

ARJUNA: G'morrow, Tom! Pak Doktor udah baikan?

ASWATAMA: G'monin, Fren--yah gitulah!

ARJUNA: Penyidikan polisi gemana hasilnya?

ASWATAMA: Nihil!

ARJUNA: Sure?--may and may not be. Saya mau coba melacaknya. Kejahatan tak bisa lari kecuali ke neraka.

ASWATAMA: Yes, Fren--smes it! Yu'll be ol rait.

Arjuna maklum-mafhum terhadap dialek Inggris mbeling Aswatama. Setelah menengok Dr Kumbayana, Arjuna cabut-kaki.

ARJUNA: G'bye, Tom!

ASWATAMA: G'bay, Fren!
Mulut corridor menelan Arjuna bulat-bulat. Lenyap-ngeclap!

Ringkas berita
Memburu peristiwa
Pertanda Kurawa
Pada unjuk-rasa!

ASTINA.--Letjen Sakuni, Kapoltabes Astina, tengah melakukan briefing. Letkol Kartamarma duduk sambil melintir kumisnya yang sekaku jeruji bui. Mayor Citraksi mengangguk-anggukkan kepala bukan karena mengerti intruksi atasan, namun karena ngantuk. Kopral Citrayuda tertidur sampai ngiler.

SAKUNI: Hasil penyidikan yang bermotif politik sudah positif bahwa penganiaya Dr Kumbayana adalah Bima! Kerna orang yang punya jemari kayak pisang ambon sesisir hanyalah Bima. Tak ragu lagi--tangkap si Bima bajingan itu. Laksanakan!

KARTAMARMA: Siap laksanakan!

Setelah hormat sama atasan, Letkol Kartamarma ganti menyikut bawahan. Jilat sana sikut sini sudah ngoyod dalam tradisi! Budaya minus yang tak terelakkan. Borok semodel itu tak usah diperban--amputasi sajalah biar nyaho.

KARTAMARMA: Yor-Mayor--bangun lu ah! Tidur melulu. Bangun, Yor!

Mayor Citraksi malah kontes ngorok sama Kopral Citrayuda. Letkol Kartamarma tak kehabisan cara untuk membangunkan bawahannya.

KARTAMARMA: Mayor, saya dapet bonus nih!

CITRAKSI: Mana-mana? Bagi hasil dong, Overste!

CITRAYUDA: Fifty-fifty saja dah, Ov, sama bawahan.

Letkol Kartamarma meringis sinis. Nah lu! Jika sudah begitu, bawahan mau tak mau harus disiplin. Mereka tak dapat berbuat lain kecuali berangkat mengemban tugas.

TAMAN.--Karena Bima bukan buronan, mudah saja dia ditemukan. Di sebuah taman, dia lagi asyik berkencan dengan doi'nya--Nagagini. Letkol Kartamarma segera mengatur strategi penyergapan.

KARTAMARMA: Kesempatan! Bima lagi kencan sama banci. Awas jangan sampai lolos! Kau tau cara tercanggih untuk menciiduk Bima, Mayor?

CITRAKSI: Gampang! Tembak di tempat saja, model petrus itu loh.

KARTAMARMA: Hush--ngawur! Itu cara terakhir. Ingat--kita harus menjaga citra de polis.

CITRAYUDA: Saya usul. Sebaiknya pakai mantra penyirepan biar Bima tertidur dan tinggal digusur. Beres, kan?

KARTAMARMA: Kau bisa melakukannya, Pral?

CITRAYUDA: Yo jelas to. Lha wong aku kok!

CITRAKSI: Alaaa--sok aja lu. Coba deh gue pengin tau.

Kopral Citrayuda melipat tangannya di dada. Matanya terpejam. Mulutnya komat-kamit merapal lafal mantra penyirepan:--

Rep sirep si megandana,
Wong sarewu pada tumut,
Salaksa wong serah nyawa.

Reaksinya belum juga tampak. Bima dan kekasihnya malah tambah mesra. Mayor Citraksi mulai menguap lebar; tapi dia memang berpenyakit lethargy. Letkol Kartamarma bengong-monyong. Suasana malah menggairahkan Bima. Apalagi doi'nya tak sungkan-sungkan membenamkan kepalanya di dada.

KARTAMARMA: Celaka tiga-belas, Pral! Kita sergap saja!

CITRAYUDA: Tunggu. Liat tuh Bima mulai merunduk. Doi'nya sudah tertidur dalam pelukan.

KARTAMARMA: Busyet--emang itu orang lagi in action. Bukannya tertidur, Pral. Goblok lu ah!

Tanpa terkira, Bima melemparkan botol minuman dan tepat ngembat jidat Letkol Kartamarma. Tak ampun lagi, dia kontan pingsan. Tubuhnya ambruk mirip batang pisang ditebas pedang. Mata merah-ngantuk Mayor Citraksi terbelalak kaya traffic light. Merah-kuning-hijau!

CITRAKSI: Sergap, Pral!

Bima kaget-copet dihentak-bentak Kopral Citrayuda. Nagagini menggigil ketakutan. Bima bangkit. Ditatapnya muka Mayor Citraksi dan Kopral Citrayuda yang kaya cow boy kampung itu. Bima mengira mereka itu berandalan yang sok jagoan dan mau cari story. Dengan sikap jantan ala pendekar, Bima melangkah siap tempur.

CITRAKSI: Menyerah sajalah, Bung!

Tangan berujung pistol nyelonong di depat hidung Bima. Secepat kilat dia menyambarnya, dan tinjunya menabrak telak muka brewok si Mayor. Melihat atasannya di-KO pada menit pertama, Kopral Citrayuda meraih pistolnya. Tanpa sempat menodongkannya, sebuah pukulan berbobot 3 kuintal membentur perut-buncitnya. Tak ampun lagi kopral-sial itu terlempar keluar taman, lalu jatuh ke dalam got hitam. Tontonan gratis ni yee--kata orang-orang.

Bima menepis-nepis lengan bajunya. Nagagini yang sejak tadi kaku-beku di pojok taman, menghambur memburu doi'nya. Bima merangkulnya.

NAGAGINI: Kau tak kenapa-napa, Yang? Ngeri aku--tapi, asyik juga. Gayamu kaya Mr T bintang The A Team itu!

Bima mesem-kalem. Kedua sejoli itu ber-"cup-mmmh-cup-mmmh", lantas pergi.

Siang yang panas
Menyapa hari naas

MARKAS.--Letjen Sakuni memaki-maki bawahannya.

SAKUNI: Bodoh! Melaksanakan tugas segitu saja tidak becus!

KARTAMARMA: Soalnya dia tidak mempan mantra.

SAKUNI: Mantra? Apa pulak ituh? Tolol kau! Pake otaklah. Ditembak-bius saja--beres!

CITRAKSI: Betul juga, ya? Dengan obat-bius, dijamin lemas-amblas dah si Bima. Let's go, Pral!

"Pelaku Penganiayaan Dr Kumbayana Tertangkap!"

SOKALIMA.--Arjuna terbelalak membaca berita Suara Astina itu. Bima segera diajukan ke pengadilan. Arjuna ndoyong jadinya--kenapa malah Bima, kakaknya, yang ditangkap dan didakwa melakukan penganiayaan terhadap Dr Kumbayana? Jelas fitnah!--pikir Arjuna. Pelacakannya sendiri baru setengah jalan: surat gombal-kumal tulisan Dr Kumbayana, berhasil ditemukan Arjuna di tempat sampah. Surat itu melibatkan nama kembang kampus Sokalima--Srikandi. Di emper kampus, Arjuna dihadang Banowati.

BANOWATI: Jun, anterin gue shopping dong. Mau, ya?

ARJUNA: Wah--sorry berat deh, Ban. Saya lagi sibuk nih.

BANOWATI: Sebentaaar aja, 'napa sih, Jun?

ARJUNA: Gak bisa, Ban. Ada urusan penting!

Banowati suntrut-cemberut, gagal ngegaet Arjuna untuk jalan-jalan. Padahal dia sudah bertaruh dengan Surtikanti dan Dursilawati. Arjuna tak menggubris muka-kecewa itu. Surat gombal-kumal mengajaknya menuju rumah Srikandi.

PANCALA.--Setelah mengisi buku-tamu yang disodorkan si muka sadis-bengis Gandamana, Arjuna baru boleh menuju ruang tamu. Srikandi muncul dengan senyum semanis iklan lipstick. Tubuhnya tampak padat-sehat berbalut celana jeans ketat dan T-shirt ngepas. Arjuna yang hafal Katuranggan Perawan, kontan mengklasifikasikannya ke dalam tipe wanita Gedang Kencana dan rada Mitra Dharma!

SRIKANDI: Come in, Jun. Akhirnya kau mau juga main ke sini.

ARJUNA: Danke! Saya perlu bantuanmu, Kandy.

SRIKANDI: O-ya? Apaan tuh?

ARJUNA: Kau kenal surat ini?

Melihat surat gombal tulisan Dr Kumbayana ada di tangan Arjuna, Srikandi terkejut-marmut. Arjuna mesem-kalem.

SRIKANDI: Surat itu dulu kubuang begitu saja. Kok nyasar ke kamu sih, Jun?

ARJUNA: Saya menemukannya dalam tempat sampah Dr Kumbayana. Kau yang ngembaliin?

SRIKANDI: Ah, enggak! Emangnya kenapa sih, Jun?

ARJUNA: Surat ini berkaitan dengan penganiayaan Dr Kumbayana. Dan, Bima telah jadi korban salah tangkap. Mana mungkin dia tega mengepruk-remuk dosennya.

SRIKANDI: Lalu kau menuduhku, Jun?

ARJUNA: Bukannya gitu, Kandy. Mungkin ada orang yang mencemburuimu, lantas mempermak penulis surat ini. Kau udah punya doi, Kandy?

SRIKANDY: Em… belum, Jun. Papa ngelarang doi-doian. Dia bilang, "Cita-cita dulu, baru cinta!" Di samping itu, pengawalan Bang Ganda ketat banget.

Kesempatan!--pikir Arjuna. Lengket dia menatapnya. Dasar mata lelaki! Srikandi tersipu-sipu. Rona merah di pipinya kian menjumlah kecantikannya. Ia mencabut pandangannya yang tertancap di sudut sofa. Lantas ia memberanikan diri melirik cowok super-kece di kanan-depannya. Namun berantakan! Pandangannya bertabrakan. Sepoles senyum Richard Gere terlukis-manis di bibir Arjuna. Spontan-kontan jantung Srikandi berdentum menyaingi beat-drums Phil Collins.

ARJUNA: Saya permisi dulu--see you later, Kandy.

SRIKANDI: Kok kepetan, sih? Mau ke mana, Jun?

ARJUNA: Maklum--detektif amatir! Yoo, Kandy.

SRIKANDI: Yoo-bye!

Baru saja Arjuna melangkah ke luar pagar, terdengar suara berat memanggil. Dia menoleh. Gandamana stand-by dekat jeep plat hijaunya. Muka sadis-terorisnya tak kenal kompromi.

GANDAMANA: Jangan coba-coba menggoda putri Sang Jendral, jika tak ingin bernasib seperti Dr Kumbayana. Lihat nih--tangan kananku rumah sakit, tangan kiriku neraka!

ARJUNA: O, ini toh--penganiaya Dr Kumbayana itu?

GANDAMANA: Iya--kau mau apa?

ARJUNA: Jantan juga rupanya! Atau mentang-mentang Ajudan? Prex! Keadilan lebih penting dari jabatan.

GANDAMANA: Jangan sok pahlawan, Bung! Jadi pengecut sajalah biar selamat.

ARJUNA: Prex ah! Orang macem kau emang pantes jadi penghuni bui. Go to jail, Bung!

Tiba-tiba Gandamana meloncat, tinjunya siap membentur kepala Arjuna. Tapi meleset! Si juru-kepruk penasaran, kemarahannya berkobar-kobar menyaingi kilang minyak Iran yang dibom Irak. Pertempuran tak terelakkan. Segi fisik, Arjuna kalah besar; namun segi taktik, dia menang pintar. Tak aneh jika Gandamana kewalahan, lantas mencabut pisau commando-nya. Dengan buas-ganas pisau itu meluncur ke arah dada Arjuna. Secepat kilat Arjuna menyambarnya, dan tendangannya cukup membuat Gandamana tersungkur mencium aspal panas.

Gandamana berusaha bangkit. Dia menggapai-gapai dinding jeepnya. Sembari sempoyongan kaya-gaya mabuk, dia ambil senjata Rambo-nya. Lantas dibidikkannya ke arah Arjuna.

GANDAMANA: He-he-he… mampus-pupus kau, Bung!

ARJUNA: Boleh! Kau pun pasti mampus jika tau siapa aku.

GANDAMANA: Emangnya kau siapa?

ARJUNA: Arjuna! Calon menantu Jendral Drupada.

Senjata siap "DOR" itu perlahan turun. Bukan karena grogi dibentak-gertak Arjuna, namun karena Jendral Drupada muncul bersama Srikandi.

DRUPADA: Apa yang kowe orang ada mau perbuat, Kapiten?

GANDAMANA: Dia telah merobek-robek harga diri saya, Jendral.

DRUPADA: Betulkah dia orang ada punya itu omongan, Arjuna?

ARJUNA: Bohong, Oom! Ngawur aja dia. Justru dianya ngeduluin ngajak berantem. Dialah penganiaya Dr Kumbayana itu, Oom.

SRIKANDI (kaget): Kenapa kau senekad itu, Ganda?

GANDAMANA: Demi kau Nona Muda--saya cinta kamu.

Mendengar pengakuan semodel itu, Srikandi bengong-bolong. Arjuna tersenyum geli. Konyol! Pandangan Gandamana jatuh-runtuh menubruk ujung sepatu Jendral Drupada.

DRUPADA: Kowe orang mesti ada mau tanggung itu risiko dalem ini perkara, Kapiten! En aku tiada mumkin ada kasih lindungan buat kowe punya itu perbuatan. Keadilan lebih berkuasa dari jabatan.

Mobil tahanan menjemput Gandamana. Sesaat dia sempat melirik kembang kampus Sokalima. Srikandi menatapnya hingga mobil itu lenyap ditelan belokan. Lalu ia banting-mata pada Arjuna di sisinya. Arjuna menyambutnya dengan senyum yang "cup-mmmh". Tebar mekar bunga-bunga cinta dalam dada Srikandi menantang kumbang jatuh-luluh dalam rengkuhan. Cup-mmmh--CUT! Kemesraan kembang dan kumbang kampus bersambut lagu Greatest Love of All lantunan si super hitam manis Whitney Houston.


Semarang, 1-8 April 1989
Ki Harsono Siswocarito