Kelirbeling tabir Gusti
Tabire ya wong ngawayang
Wayang manut maring dalang
Dalange murba ing wayang
Kelire layarmaya Gusti
JAGATNATA: Kakang Panji Narada, Kang—sesungguhnya apa yang terjadi di Kahyangan ini? Magma Candradimuka ber-golak, lava menggelegak, gempa berderak, Gerbang Selama-tangkep retak, Istana rusakporak. Prahara apa ini, Kang Panji?
NARADA: Aduh, Adi Guru—ampun seribu ampun. Ini semua gargara balamala raksasa dari negeri Tunggulwesi yang dipimpin oleh Jendral Nurkala Kalimantra. Dia meminta tahta surga. Begitu Gusti Pramesti.
JAGATNATA: O jagat dewa batara! Betapa lancang ia. Kenapa tidak dicekal?
NARADA: Sudah, Adi Guru—Cingkarabala dan Balaupata berhasil membendung balamala raksasa itu dengan menutup Gerbang Selamatangkep. Dan kini mereka berada di padang Repatkepanasan. Untuk tindak-lanjut kami menunggu petunjuk Adi Guru.
JAGATNATA: Jangan dibiarkan mahluk itu menginjak-injak Kahyangan. Suruh pergi! Usir! Bila perlu basmi!
NARADA: Baik, Gusti! Permisi—Indra!
INDRA: Siap!
NARADA: Siapkan seluruh kekuatan tempur Suralaya Demi membasmi balamala Nurkala Kalimantra.
INDRA: Siap!
“Para dewa siap bertindak: Batara Brama, Batara Wisnu, Batara Surya, Batara Bayu, Batara Kamajaya, Batara Sambu, Batara Kuwera, Batara Yamadipati, Batara Aswan, Batara Aswin, Batara Bermana, Batara Bermani, Batara Bermana-kanda, Batara Citragada, Batara Citrasena, Batara Sambodana, Batara Rawiatmaja, Batara Karaba, Hyang Patuk, Hyang Tem-boro, Hyang Dewanggana, Hyang Dewasana, Hyang Dewang-kara, Hyang Sanggana, Hyang Pancadewa, Hyang Pancaweda, Hyang Dewatama,—”
“Siap! Siap! Siap! Siap!—”
Basmi mala Triloka!
Buta-buta mala
Bala pada laga
REPATKEPANASAN.—Jendral Nurkala Kalimantra menanti dalam benci, menunggu penuh nafsu.
KALIMANTRA: Grrrk-cuah-huahaha… e, e, bojleng-bojleng iblis najis pada bengis! Mana si Jagatnata? Pasti sembunyi di ketiak bidadari! Takut padaku! Huahaha… model begitu patut maharajadiraja para dewa? Turun tahta sajalah, Jagatnata! Serahkan padaku! Jika tidak, Suralaya kubuat kiamat dahsyat!
KALAMURKA: Tobat, Gusti—lihat! Gerbang Selamatangkep terbuka. Para dewa menyatakan perang!
KALIMANTRA: Grrrk-cuah! Laknatkeparat! Serbu!
“Serbu! Serbu! Serbu! Serbuuu—”Buta maju
Menyerbu!
Berang! Garang!
Buta menyerang!
“Lu brani ame dewa?”
“Why not? Lu jago, gue jago! Lu jantan, gue jantan! Buktikan: siapa lebih jantan, siapa paling jagoan!”
“Khhk-cuah! Buta edan!”—(Clap!)—“Ciiaatt!”—(Jder!)
Serbu tinju seru!
(Bet!)—“Hih!”—(Dez! Dig! Bugh!)—“Hegkh!”—(Bruk!)
“Ayo bangun, Dewa!”
“D-du-uh… tob-ba-at….”
Sepak telak! (Brak!)—“Aakkhh!”
Tanpa kutik lagi ia mati suri.
“Brama kalah! Bayu mundur!”
“Para dewa mundur! Mundur!”
“Mundur! Mundur! Mundur!—”
WISNU: Yes, Sir!
NARADA: Maju!
WISNU: Siap!
“Nurkala Kalimantra! Hadapi aku Batara Wisnu!”
“Siapa? Wisnu? Ayo maju—mana jago dewa? Grrrk-cuah! Lho kok tidur? O tiarap! Ngapain, Wisnu?”
“Usah tanya mala! Rasakan rudal Cakra—mampus jiwamu!”—(Wuzz! Clap!)
(Krep!)—“Huahaha… rudal model beginian sih mana mempan!”—(Pluk! Ccss!)
“Edan! Mejen, Wisnu!”
“Aduuhh celakaaa—”
“Lari! Lari! Lari!”
Pada mabur
NARADA: Aduh, Adi Guru—celaka! Para dewa tiada daya; para hyang tiada menang. Bagaimana sekarang, Adi Guru?
JAGATNATA: Kakang Panji Narada harap segera membumi demi mencari jago dewata—lelaki langit jejaka jagat!
NARADA: Baik, Adi Guru!
Kala tiba gara-gara:
Pertanda madiacerita
KARANG KABOLOTAN.—Desa luar kota. Dusun buhun. Dukuh jauh sentuh. Terpencil! Di tengah huma, di sebuah lereng, di lengkung gunung, ada sebuah gubug beratap ilalang. Itulah rumah Ki Semar Badranaya beserta para putra Panakawan Amarta. Tanpa polusi kota, mereka bahagia. Hidup penuh candaria.
Lir ilir, lir ilir
Tandure wus sumilir
“Anu, Truk—sinilah! Bawa golok dan bambu.”
“Buat apa?
“Buat api! Biar anget: sore—kabut mulai turun. Eh, Bagong mana?”
“Entah! Cari babi, ‘kali? Cuaca begini: banyak kutu-jagung hama huma.”
“Lha, Romo—ke mana?”
“Nunggu Pak Jun!”
“Di puncak bukit?”
“Ho-oh, brrr… dingin!”
“Ni bakar jagung!”
“Ah, bosan! Suasana begini: kangen kekasih! Hehehe….”Cinta, ia dipuja
Rindu, ia diburu“Indah, kasihku!”
“Juilah!”
ARJUNA: Parasut Tunggulnaga penyelamat rudal Ardadedali memang jatuh di bukit ini. Lihat, ini dia! Untung tidak meledak bersama pesawat tempur pengangkut Ardadedali yang di-tembak jatuh musuh.
SEMAR: O, o, o.
ARJUNA: Kini, mari ke Indraprasta. Semoga kanda Yudistira pun sudah menemukan kembali pusaka negara Kalimasada.
SEMAR: Mari, Pak.—Le, ayo kita ke kota!
“Nah!” “Beres, Mo!”Turun gunung Arjuna
“Buru, Gong. Kota!”
Rambah belantararaya
Cekal Cakil
Si Butajail
MARGASOPANA.—Jendral Arjuna dan Panakawan menghadapi penodongan.
“Brenti! S-stop! S-siapa nama? M-mau ke mana? D-dari mana? Lima ribu! Cepat!”
“Elho! Nodong?”
“Hantam, Gong!”
(Jduh!)—“Ghk!”
“Pragalba, Rambutgeni, Galiuk, Bita Terong—maju serbu!”
“Siap!” “Beres!” “Szip!” “O’eh!”—(Jlap! Jlap! Jlap!)—“Awas!”—(Klik!)—“Hiiaa!”—(Dreder-der...!)—“Mampus lu!”
“Hehehe… Buto bego!”
Lalu Arjuna Bersua Narada
NARADA: Eladah… bergenzong anak wong bakal doboyong! Kebetulan, Jun—ketemu. Jua Ki Semar, hahaha… apa kabar?
SEMAR: Kabar kabur! Eh, Nar—dewa kok keluyuran? Di Kahyangan kurang kerjaan, ya?
NARADA: Aduh, Ki Semar—ketahuilah…. Kahyangan geger! Suralaya diserbu balamala Nurkala Kalimantra. Dewa kalah, parah, pasrah! Bidadari pada resah! Aku diutus mencari jago dewata di bumi ini. Begitulah, Ki Semar.
SEMAR: O, o, o… siapa tadi? Nurkala Kalimantra! Pantes! Dia masih satu silsilah dengan raksasaraja Kalimataya penyerbu Suralaya yang ditumpastuntas oleh mahapakar nuklir Prof Manumayasa. Saat ini tiada jago dewata kecuali Arjuna.
NARADA: Baik, Ki Semar! Gemana, Jun?
ARJUNA: Siap!
Buru Arjuna menuju
Suralaya malasatru
Ia luka. Mati!
Tan dukahati!
REPATKEPANASAN.—Rudal Ardadedali menembak telak Nurkala Kalimantra. Meledak!
“Kalimantra mati!”
“Hidup Arjuna!”
Kalimasada mengada
Semarang, 12 November 1991 Ki Harsono Siswocarito
No comments:
Post a Comment